Gelombang Kedua: #MOSITIDAKPERCAYA

 

Arsip 2019
Tulisan terkait gelombang pertama telah ditulis pada 2019 lalu. Entah masih ada atau tidak tulisan itu. Mungkin tidak di blog ini atau mungkin berada di laman kepenulisan lain. Benar, daya ingat manusia tidak lebih baik dari ciptaannya. Mungkin karena berbagai problema yang mengharuskannya memikirkan banyak hal. Tapi semua itu pilihan, meski banyak yang tersudut karena tak memiliki ruang tuk bicara. Tulisan yang lalu terkait gelombang pada akhir september di Jakarta. Aksi massa #reformasidikorupsi menolak beberapa Rancangan Undang-Undang meski pada akhirnya diketok palu juga. 

Gelombang kedua kali ini rasanya lebih terasa. Di berbagai kota terdengar penolakan-penolakan terkait undang-undang perburuhan yang meresahkan banyak kalangan. Mulai kalangan mahasiswa yang dicetak sebagai buruh dan berbagai buruh dengan berbagai latar belakang. Semua bersatu padu dan melemparkan segala kemarahan pada muka rezim. #MosiTidakPercaya merupakan ungkapan kemarahan kepada pemangku kebijakan yang sepertinya daun telinganya hanya menjangkau suara-suara dari para pemodal. Sementara huru-hara dimana-mana tidak terdengar. 

Apakah gelombang ini masih terus berlanjut? 
Tunggu saja. 

Malang, 8 Oktober 2020
Titik api dimana-mana dan tahun ini tak ada korban jiwa. Tahun lalu tercatat ada 4 pemuda meregang nyawa ketika huru-hara terjadi di Jakarta dan Sulawesi Tenggara. Mereka adalah Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah, Yusuf Kardawi dan Hilmawan Randi. 

Maulana Suryadi pada awalnya diduga tewas karena dianiaya polisi, namun polisi menyangkal pernyataan tersebut. Konon, Suryadi meninggal karena sesak napas. Sebelum dibawa pulang jasad Suryadi diperiksa oleh keluarga dan menyatakan tidak ada bekas tanda-tanda kekerasan dihadapan puluhan pers yang menunggu di depan Rumah Sakit Polri. Tapi, apakah perkataan itu bisa dipercaya? 

Selanjutnya ada Akbar Alamsyah yang sebelumnya sempat dinyatakan hilang. Akbar ditemukan dengan kondisi mengenaskan dengan tempurung kepalanya yang pecah. Setelah itu, Akbar sempat koma selama 4 hari di CICU RSPAD Gatot Subroto. Namun, polisi malah menetapkan status tersangka pada pemuda berusia 19 tahun ini karena dituduh ikut serta dalam pelemparan batu, pengerusakan dan sebagainya pada waktu itu. Apakah kematian Akbar sia-sia? Jangan biarkan.

Source: persmacanopy.com
Kemudian, kematian dua korban lain yakni Yusuf Kardawi dan Hilmawan Randi. Mereka adalah massa aksi yang terlibat kerusuhan di depan gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis (26/9). Randi tewas ditempat karena tembakan aparat tepat menembus dadanya. Sementara Yusuf meninggal setelah dilakukan operasi karena luka serius di bagian kepala sehari setelah itu. Apakah suara rakyat masih aman?
Source: redfish
Gelombang kemarin tidak ada laporan korban meninggal. Tapi darah terus mengalir di sepanjang jalan huru-hara. Kerusakan material tak sebanding dengan nyawa. Belum lagi pihak keamanan yang jauh dari kata layak dalam menegakkan keadilan (dalam hal ini kepolisian) main asal tangkap tanpa bukti yang jelas. Di tengah pandemi yang terus berkecamuk ini, pemangku kebijakan lebih menggenjot UU Omnibuslaw ketimbang evaluasi penanganan COVID-19 yang gagal total. Ekonomi pada akhirnya akan menguat kembali tanpa perlu adanya pemangkasan hak-hak buruh yang tertulis pada UU CiptaKerja yang cacat prosedural pembentukannya. Tidak ada yang mengatakan ada pasal selundupan atau apapun, yang jelas ini suda tidak sehat. Mengenang korban #ReformasiDikorupsi bukan untuk menanamkan dendam. Tapi, lebih kepada pengingat kepada setiap titik api yang ada dijiwa bahwa perjuangan belum usai. Masih banyak yang tertawa diatas penderitaan. Masih banyak petani yang kehilangan tanahnya karena kepentingan pemangku kebijakan sementara para pemangku kebijakan saat ini adalah para pemodal. Sistem Republik ini sudah bobrok. Mereka yang parlemen tidak punya telinga untuk mendengarkan. Napsu serakah rezim sebelum nanti akan digantikan rezim yang sama borbroknya. Yang diperlukan bukan sekedar reformasi birokrasi, yang dibutuhkan revolusi birokrasi. Semangat pembebasan kepada masyarakat papua barat yang terus menerus dikirimi pasukan, semangat menjaga tanah-tanah sumber pangan di negeri yang katanya Gemah Ripah Loh Jinawi, juga semangat memperjuangkan hak-hak rakyat yang terus digerus dengan kepentingan serakah industri. 

Selamat datang di arena pertempuran yang utopis untuk dimenangkan.
Indonesia dengan ideologi pasar sebagai mesin keruk untuk ekploitasi hutan hingga lautan.
Jika ada yang mengatakan Pancasila kemana disaat ini? Ia hanya label untuk menutupi itu semua. 


Kediri, 29/10/2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parade Kematian 2021

Duel Pecel Tumpang vs Pecel Lele! Fafifest Gemparkan Permusikan Kediri

Merchant PERTANIAN HARI INI sudah bisa dipesan! Take it All only 200k!!