Festival Rakyat Malang Menolak Omnibuslaw

MALANG- Pada hari selasa (10/11) bertepatan dengan hari pahlawan, diadakan festival rakyat dengan membawa isu penolakan Omnibuslaw. Masyarakat mulai dari serikat buruh, organisasi mahasiswa hingga masyarakat yang tergerak secara otonom berbondong-bondong memenuhi jalanan depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat. Kegiatan ini diisi dengan berbagai penampilan, mulai dari orasi dari masing-masing organ, puisi-puisi dari berbagai penyair kota Malang dan luar Malang, lagu-lagu dari musisi yang tergerak hingga teatrikal dari sanggar teater yang turut meramaikan festival rakyat. 
Mengingat banyak yang dirugikan terkait ketok palu Omnibuslaw, maka banyak gelombang penolakan terus bermunculan. Mulai dari golongan buruh sendiri hingga petani yang terancam penghidupannya.

Mencatut dari tirto.id, pembahasan yang dilakukan sejak awal dengan minim konsultasi melanggar hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik dan hak atas informasi. Selain itu, Amnesty menilai pasal-pasal berikut atau peniadaan pasal-pasal berikut berpotensi untuk melanggar hak asasi para pekerja:

1. Masuknya Pasal 88B yang memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan unit keluaran yang ditugaskan kepada pekerja sebagai dasar penghitungan upah (sistem upah per satuan). Tidak ada jaminan bahwa sistem besaran upah per satuan untuk menentukan upah minimum di sektor tertentu tidak akan berakhir di bawah upah minimum.

2. Penghapusan Pasal 91 di UU Ketenagakerjaan, yang mewajibkan upah yang disetujui oleh pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih rendah daripada upah minimum sesuai peraturan perundang-undangan.

Apabila persetujuan upah tersebut lebih rendah daripada upah minimum dalam peraturan perundang-undangan, maka pengusaha diwajibkan untuk membayar para pekerja sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan. Jika dilanggar pengusaha akan mendapat sanksi.

Menghapus Pasal 91 UU Ketenagakerjaan ini akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum menurut undang-undang. Dengan kata lain, kemungkinan besar pengusaha akan memberikan upah yang lebih rendah kepada pekerja dan tidak melakukan apa-apa karena tidak ada lagi sanksi yang mengharuskan mereka melakukannya.

3. Pencantuman Pasal 59 UU Ketenagakerjaan terkait perubahan status PKWT menjadi PKWTT. Meski demikian, jangka waktu maksimum perjanjian kerja sementara dan jangka waktu perpanjangan maksimum belum secara spesifik diatur seperti dalam UU Ketenagakerjaan, namun disebutkan akan diatur dalam PP.

Catatan: aturan teknis apapun yang dibuat menyusul pengesahan Omnibus jangan sampai membebaskan pengusaha dari kewajiban mereka untuk mengubah status pekerja sementara menjadi pekerja tetap. Hal ini menghilangkan kepastian kerja.

4. Batasan waktu kerja dalam Pasal 77 ayat (2) masih dikecualikan untuk sektor tertentu. Detail skema masa kerja dan sektor tertentu yang dimaksud akan dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).

Ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya perbedaan batas waktu kerja bagi sektor tertentu dan kompensasinya akan dapat merugikan pekerja di sektor-sektor tertentu, karena mereka dapat diminta untuk bekerja lebih lama dan menerima pembayaran untuk lembur yang lebih rendah dibandingkan pekerja di sektor lain.


Selain dari sektor buruh atau tenaga kerja yang terancam, produk hukum ini juga mengancam ranah pertanian. Beradasarkan analisa dan kajian KPA, setidaknya terdapat 11 (sebelas) ancaman Omnibus Law bagi petani dan agenda reforma agraria

  1. Mengkhianati Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR No. IX/2001 dan UUPA 1960.
  2. Mendorong penggusuran dan perampasan tanah rakyat dengan menghidupkan kembali azas Domein Verklaring era kolonial;
  3. Memperparah konflik agraria dengan memprioritaskan pemberian tanah dan tukar guling kawasan hutan untuk kepentingan elit bisnis dan politik
  4. Melegitimasi praktek spekulan tanah dan menyuburkan mafia tanah lewat pembentukan Bank Tanah
  5. Merancang 90 tahun HGU bagi korporasi perkebunan
  6. Menjadikan tanah sebagai barang komoditas yang bebas diperjualbelikan dan dimonopoli oleh badan usaha swasta dan negara
  7. Menghapus batas maksimum luas penguasaan tanah dan sanksi bagi perusahaan yang terbukti menelantarkan tanah
  8. Membuka pintu kepada badan usaha asing untuk menguasai tanah di Indonesia
  9. Mengancam kedaulatan pangan lewat kemudahan konversi tanah pertanian dan importasi pangan
  10. Memenjarakan petani dan masyarakat adat yang hidup dan bertani di atas klaim kawasan hutan negara
  11. Menghilangkan hak dasar petani memuliahkan benih
Maka dari itu, perlu adanya penjagaan api penolakan agar kesewenang-wenangan tidak dibiarkan begitu saja. Upaya penjagaan api perlawanan ini tentu saja perlu merangkul segala elemen dan menghilangkan egosentris gerakan. Melihat akhir-akhir ini banyak upaya penggembosan massa aksi. Mulai dari politik uang hingga ancaman yang dikirimkan ke masing-masing organ yang tergabung dalam aliansi. Dengan penjagaan api penolakan ini dan penentuan sikap #mositidakpercaya, dapat mengubah kondisi yang sedang resesi ini menjadi lebih baik. Mengingat mereka yang duduk mewakili rakyat sudah tak menggubris rakyat lagi. Semoga semangat terus membara. Panjang umur semangat baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parade Kematian 2021

Duel Pecel Tumpang vs Pecel Lele! Fafifest Gemparkan Permusikan Kediri

Merchant PERTANIAN HARI INI sudah bisa dipesan! Take it All only 200k!!