Hari Raya Tanpa Perayaan
Sebagaimana pun gema takbir yang terus diulangi di momen "idul" 2x setiap tahunnya, tidak ada kata maaf yang tulus yang benar-benar mendarat di sanubari. Mungkin beberapa bayangan bisa tervisualisasi di alam pikiran. Seperti, "Maafkan ibu yang telah melahirkanmu" atau "maafkan bapak karena telalu pandai merayu ibumu yang akhirnya membuatmu terlahir". Ya, seperti biasa, perceraian disebabkan oleh pernikahan dan rasanya juga linier jika penyebab kematian adalah kehidupan.
Memulai menata kata untuk acara momentum esok, ketika acara sungkeman. Tradisi yang sepertinya sudah membudaya. Tapi, apalah jika hal tersebut sekedar seremoni seperti upacara bendera setiap hari senin yang memuakan. Rasanya perlu sedikit sentuhan agar sungkem kali ini perlu pertimbangan strategi yang matang agar rencana ke Surabaya dapat berjalan lancar tanpa kabur-kaburan seperti yang biasa dilakukan.
Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah kata-kata yang perlu disiapkan ketika bertemu dengan kekasihku di Surabaya. Sudah beberapa hari atau mungkin sudah lebih dari seminggu tidak menghubunginya. Seperti umumnya perempuan yang memerlukan perhatian dan pandangan yang ia ketahui hanya itu. Bagaimana lelaki butuh sebuah penggagahan seperti perbincangan suatu malam di warung kopi saat itu, sepertinya ia tak mau tahu.
Aku selalu memperhatikan setiap apa yang ia unggah di sosial media. Bagaimana ia mendambakan pria arab dengan suara merdu, wajah rupawan dan secara keagamaan menurutnya bagus karena lingkungannya yang mendukung. Juga bagaimana ia suka kuliner hingga memasak yang baru aku tahu akhir-akhir ini (untuk yang memasak). Perkara pernikahan, apalah hamba dengan usia yang masih sangat muda ini dapat menjanjikannya? Sementara standar hidup semakin tinggi dan secara ekonomi masih jauh dari yang dikataka mapan. Berpenghasilan saja belum.
Tapi, jauh dari itu, akhir-akhir ini aku merasa lebih bebas karena tidak ada yang mencari ketika lama tak pulang. Bagiku itu baik untuk saat ini. Yang buruk adalah aku dan diriku sendiri yang semakin tidak khusyuk menjalani kehidupan. Mendatangi krisis demi krisis untuk mengasah naluri. Anak laki-laki yang diharapkan menjadi kabar baik bagi keluarga sekarang terkontang-kanting di kota sendiri. Tapi sudahlah, jalani saja. Semua akan ada jawabannya meski tidak sekarang dan mungkin beberapa pertanyaan itu lebih baik tidak pernah ditanyakan sama sekali. Selamat hari raya bagi yang merayakan. Dari aku yang sedang merokok di di depan gudang dan mencari makna sebuah rumah.
Komentar
Posting Komentar