Negeri Carut Marut, Semua Ribut

Dipojok itu aku memandang mendengarkan

Orang - orang kaya berkata tentang protokol kesehatan

Orang - orang miskin bertanya bagaimana agar anak istrinya tak kelaparan

Aparatur Negara berbicara soal kebijakan

Orang - orang kaya teriak tentang ketakutanya tertular pandemi mematikan

Orang - orang miskin berkata kematian bagi kami sama saja, mati kelaparan atau mati karena pandemi yang katanya mematikan

Aparatur Negara menyampaikan Aturan harus di jalankan.

Orang - orang kaya berkata berdialog tentang bisnis yang tak jalan.

Orang - orang miskin berteriak kami kelaparan bantuan tak kunjung datang, kami mencari uang kami dipidanakan katanya melanggar aturan

Aparatur negara berkata tegas Dengan atau tanpa Paksaan Aturan harus di tegakan.

Ya, semuanya menemui jalan buntu dan berakhir dijalanan

Di Negeri carut marut semuanya ribut.

Dinegeri carut marut semua saling sikut.

Kehancuran kehidupan adalah ketika semua teriak dan merasa saling benar akhirnya perang dan saling serang.

Lalu siapa yang salah? 

Adalah aku dan yang lain yang hanya duduk menyaksikan dari sudut tepian jalanan.

Harusnya aku dan yang lain berdiri, meniup peluit panjang sambil berteriak....

Stooop permainan sudah usai, silahka. Kembali ketempat masing masing. 

Kusruput kopiku sambil mengingat cerita tentang kentut.

Ketika ada yang kentut, mereka semua ribut salung tuding mencari siapa yang kentut, sementara yang kentut pura pura ikut menuding, kentutnya sendiri diam diam melenggang lenyap tak bertuan.

Lalu....

Disela agak mereda angin membawa bau lain yang lebih pekat, menyengat, mereka kemudian saling tuding kembali dikira masih soal kentut, dan siapa yang kentut, mereka lupa bahwa kentut dan bau tadi hanya numpang lewat yang tak lama akan usai dan lenyap.

Lantas...

Kenapa kita masih ribut? Mungkinkah kareba pemangku negerinya kalut, atau memang ini Negeri sudah carut marut?

Malang 11 07 21

AFW