Mimpi Buruk Seekor Kucing
Malam menjelang pagi, mimpi buruk itu mengusik kucing diantara sofa dan gelap yang masih menaungi. Terlihat sebuah angan terbang melayang bersama bangkitnya kesadaran untuk sekedar menulis gelisah yang kian hari kian menjadi. Sebelumnya ini bukanlah kata-kata putus asa atau bebalnya telinga mendengar semangat yang kerap terucap dari orang-orang tertentu.
Perkara ini adalah kepasrahan akan tenggelamnya sebuah insan pada sebuah keadaan yang memaksanya melacurkan diri pada sebuah formalitas yang bukan dirinya. Tentang waktu yang berulang tanpa ujung dan detik demi detiknya hanya akan berujung pada penantian akan maut.
Hari demi hari dilewati denga kosong. Keinginan hidup bersama mesti melewati jalan panjang penuh omong kosong, sementara ketulusan akan bersandar di pojok ruang gelap dan diabaikan. Ini tahun 2021, beberapa tahun kedepan dunia semakin terkontrol oleh sebuah sistem yang mau tidak mau, suka tidak suka akan membawamu pada kesadaran untuk tunduk dan menurut. Hal yang dianggap lucu oleh ibu-ibu senam scotlandia yang menjunjung tinggi kebahagiaan dan rasa guyup rukun antar sesama.
Masih bersama hening malam yang semakin jujur mengungkap rahasia malam yang penuh teka-teki. Keadilan dari peradilan semu tumbuh subur di negeri yang beberapa tahun ini terlihat latah dengan ilusi di depan matanya. Sementara seorang anak bercita-cita menjadi youtuber yang dipandang masyur di era ini, seorang pemuda 20an tahun hanya berharap hidup hingga 27 tahun. Setelah itu biarlah menjadi teka-teki. Kehidupan yang cukup untuk makan dan biaya bulanan yang jauh dari kata kemapanan dan mendengar jerit rakyat kelaparan sepanjang siang dan malam. Kesunyian musim semi hingga riuh ramai pesta konglomerat yang memonopoli sektor penting negara.
Kini engkau berujung pada sebuah entah dan mengapa. Mengais jejak yang disapu angin.
Pesan sebuah malam ialah, "Dalam perjalanan spiritual, tidak akan ada sebuah kesia-siaan". Semua merupakan proses untuk sebuah perjalanan. Semua pantas menderita, begitupun bahagia. Sementara napas semakin sesak bergerak dan hujan asam sedikit demi sedikit menggerogoti puing-puing prasasti tua yang bercerita tentang hakikat manusia. Maka, jadilah engkau yang lupa akan bayanganmu. Kesepian ini tiada akhir, hingga fajar tiba, teman sejati untuk dirimu adalah dirimu sendiri. Sadari dan rawatlah diri itu untuk dirimu sendiri, karena pada akhirnya tidak ada lagi yang peduli.
Komentar
Posting Komentar