Menyoal "PERTANIAN HARI INI" dan Kiat Rehat di Agustus

Gemerlap pesta telah dimulai. Lalu lalang panggung hiburan perlahan telah membaik. Penjaga parkir mulai memulih dan penjual bakso di acara konser mulai merasakan pusaran dahsyat. Kuda-kuda itu seolah keluar dari kandang dan merayakan gerakan demi gerakan setelah terkurung hampir 2 tahun lamanya. Tanpa makanan, tanpa minuman. Jiwanya haus akan gegap gempita dan kerumunan. Sedang si tua rentan sibuk mencari nafkah dari sisa-sisa sampah berserakan setelah keramaian redup di kala fajar menjelang.

"Pertanian Hari Ini", album berisi 13 track mengalir diantara riuh digital dan beberapa menikmati dibawakan dengan gitar dan harmonika. Lalu lalang di story berlatar belakang sawah yang masih bisa dinikmati. Menyajikan pengalaman visual yang entah masih bisa dinikmati esok atau seabad lagi. Keras gilas industrialisasi dalam pusaran roda yang penuh keniscayaan akannya. Sedang kemilau sorot lampu warna-warni menjadikannya abai dengan segala kata yang terucap. Gelap. Kita semua butuh energi lebih dari sekedar makan nasi bungkus dan air mineral. Penjualan merchandise menggila dikala orang memiliki uang lebih untuk berbelanja, sedang yang tidak berkesempatan berharap keajaiban.

Potret hari ini, pelacuran dimana-mana. Ada yang rela merogoh hingga jutaan untuk terselenggaranya pesta. Ada yang tertolak karna hanya mampu membayar ratusan. Tapi, hidup mesti berjalan. Aliran takdir mengalir dan menemukan muara. Euforia sementara dari panggung ke panggung tanpa ragu menawari saya. Kesana kemari membawa alamat. Palsu! Ya, hingga kini kita bertanya kemanakah angin menerbangkan intan dan permata.

Agustus? Sura? Muharam! Titik balik dari itu semua. Waktunya rehat dari segala pertemuan dari kehadiran semu. Kata-kata orang tentang "Riant Daffa" biarlah seperti itu. Tidak perlu menghadirkan koreksi karena untuk apa semua itu jika yang dikejar bukan perbaikan kecuali hanya nalar destruktif pada imaji yang bebal. Gempar! Orang-orang terus mengoreksi orang lain hingga lupa. Gila! Pusaran industri menggerus pikiran orang-orang sepanjang lapar. Pergi kesana kemari mencari nasi dan lauk pauk. Mulai yang belasan ribu hingga jutaan. Mereka tak akan kenyang karena yang lapar bukan sekedar perut. Mereka rindu sentuhannya.

Esok! Kita akan lebam di Blitar, hancur di Malang dan berakhir di Tulungagung. Alih-alih mempertanyakan "Apakah engkau mau menghancurkan diri bersama?". Biar aku dan nyaman sepi menghantarkanku pada nasib yang tak pernah diminta. Sedangkan kekosongan itu abadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parade Kematian 2021

Duel Pecel Tumpang vs Pecel Lele! Fafifest Gemparkan Permusikan Kediri

Merchant PERTANIAN HARI INI sudah bisa dipesan! Take it All only 200k!!